Melihat Ponpes Al Kahfi Somalangu yang Berusia Lebih dari 5 Abad

7 Februari 2023, 15:47:53 WIB

Masjid Atap Tumpang dan Pondokan Berdinding Bambu Jadi Saksi

Ponpes Al Kahfi Somalangu berusaha berkesinambungan dengan zaman sembari tetap mempertahankan pengajaran khas pesantren salafiyah, termasuk salawatan dengan irama macapatan. Pendirinya mubalig Islam satu-satunya yang masuk ke Jawa lewat pantai selatan.

LAILATUL FITRIANI, Kebumen

PARA santri setingkat SMP yang berdiri melingkar sambil memegang kitab, tak jauh dari masjid tua yang masih tampak kokoh, barangkali adalah gambaran yang mewakili Ponpes Al Kahfi Somalangu.

Ponpes di Desa Sumberadi, Kebumen, Jawa Tengah, itu sudah hampir lima setengah abad berdiri, tetap memegang teguh sejumlah tradisi khas pesantren salafiyah, sembari tentu melakukan beberapa perubahan di sana-sini.

”Saat (pendirian ponpes, Red) itu masjid itu yang pertama dibangun, dari Selasa sore sampai Rabu paginya. Jadi, azan pertama yang dikumandangkan adalah azan Subuh,” kata KH Afifuddin Chanif Al-Hasani atau akrab dipanggil Gus Afif kepada Jawa Pos yang bertandang pada Minggu (5/2) lalu tentang awal pendirian ponpes yang kini dia pimpin.

Pondok yang berdiri 548 tahun lalu dan kini memiliki lebih dari dua ribu santri dan santriwati itu baru saja menerima penganugerahan pesantren tertua dengan usia lebih dari satu abad dari PBNU. Diikuti Pondok Pesantren Mojosari, Loceret, Nganjuk, Jawa Timur, yang masih berjarak 230 tahun setelahnya.

Tak jauh dari masjid, berdiri sebuah pondokan yang juga menjadi saksi awal berdirinya pesantren. ”Guru saya berpesan untuk mempertahankan satu pondokan yang ada di atas kolam tempat wudu agar dibiarkan apa adanya. Untuk mengenang dulu membuat pesantren awalnya seperti ini bentuknya,” ungkap generasi ke-16 dari keluarga pendiri Ponpes Al Kahfi Somalangu tersebut.

Dinding pondokan masih menggunakan anyaman dari bilah-bilah bambu. Sebagian lagi dari papan. Pondokan berisi empat kamar itu masih difungsikan sebagai hunian santri. Kecuali paling ujung yang dulunya pernah ditempati kakek dari Gus Afif.

Tapi, kompleks ponpes tersebut sudah banyak didominasi bangunan-bangunan baru. Mulai gedung terpadu tiga lantai yang bersebelahan dengan SMK hingga gedung SMA di sisi belakang.

Pesantren salafiyah itu memang sudah menerapkan pendidikan formal. Di bawah kepemimpinan Gus Afif, Pondok Al Kahfi menjadi pesantren pertama di Jawa Tengah yang memiliki sekolah menengah kejuruan (SMK).

”Dulu ketika saya pertama kali pulang ke sini hanya tinggal lingkungan situ saja (masjid dan bangunan pondokan tua, Red). Lalu kami lakukan pengembangan. Kami beli tanah-tanah di sekitar sini,” ungkapnya.

Saat sang ayahanda, Syekh As-Sayyid Chanifuddin Al-Hasani, meninggal, Gus Afif masih duduk di bangku SMA. Tamat sekolah, dia melanjutkan menimba ilmu di sebuah pesantren di Pacitan dan Jogjakarta. Pesantren kemudian diurus kakek dan pamannya.

Gus Afif baru balik ke Somalangu pada 1992. Dia mengenang ketika itu kondisi ponpes yang terletak sekitar 1,5 kilometer dari Jalan Raya Kebumen-Kutoarjo tersebut memprihatinkan. Santri sudah hampir habis, tinggal sekitar tujuh orang.

Gus Afif memulai kembali semuanya dari awal. Dia bertekad melanjutkan dakwah para pendahulunya. ”Ada satu kultur dari setiap generasi itu mewariskan sebuah tulisan yang dipersembahkan ke anaknya. Ketika dibaca, sang anak akan merasa ada kewajiban untuk meneruskan orang tuanya,” terang dia.

Sejarah Ponpes Al Kahfi Somalangu diawali kedatangan sang pendiri, Sayid Muhammad Ishom Al-Hasani atau dikenal sebagai laqob Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani. Mubalig dari Hadramaut, Yaman, itu masih memiliki garis keturunan Rasulullah dari Sayidina Hasan.

”Ketika menimba ilmu, Sayid Abdul Kahfi ini mendapat peristiwa rohani. Dalam mimpinya, beliau bertemu dengan Imam Syafi’i. Di situ beliau minta banyak pemahaman tentang agama,” ceritanya.

Setelah dirasa cukup, Imam Syafi’i memintanya melanjutkan dakwah Islamiah. Untuk mengembangkan Islam di tanah Jawa. Karena kecintaannya pada sosok Imam Syafi’i, Sayid Abdul Kahfi pun berlayar menuju pulau yang dimaksud melalui Kepulauan Maladewa. ”Beliau termasuk satu-satunya mubalig Islam yang masuk ke tanah Jawa lewat pantai selatan, tepatnya di Pantai Karang Bolong, Kebumen,” ungkap Gus Afif.

Pada umumnya, penyebaran Islam di Jawa memang lewat pantai-pantai utara berbarengan dengan jalur perdagangan. Adapun jalur laut selatan dikenal memiliki ombak yang lebih ganas.

Saat itu Kebumen masih berupa belantara. Sebelum mendirikan Pondok Somalangu, Sayid Abdul Kahfi beberapa kali berpindah tempat. Dari membantu perjuangan Sunan Ampel, membangun basis kekuatan Islam di Kudus, hingga membantu Raden Patah di Demak.

”Beliau kemudian dinikahkan dengan putri sultan Demak. Baru kemudian meminta izin melanjutkan dakwah dengan membawa serta istri dan anaknya ke sini, Kebumen,” lanjutnya.

Dimulai dengan membangun masjid tadi, sesuatu yang lazim ditemukan di masa awal masuknya Islam ke Nusantara. Sampai kini atap masjid tersebut masih berbentuk limasan tumpang. Di pucuknya terdapat mustaka terakota asli yang menjadi lambang Ponpes Somalangu. Sayang, atap seng yang digunakan sebagai perpanjangan serambi menutupi sebagian arsitektur masjid.

Berbarengan dengan berdirinya bangunan tersebut, dibuatlah candrasengkala. Bentuknya berupa prasasti batu zamrud Siberia berbobot kurang lebih 9 kg. Bagian atas prasasti berbunyi Bumi Pitu Ina yang ditulis menggunakan aksara Jawa. Di bawahnya tertulis angka Arab 25 diikuti bulan Syakban dan 879 H. Lalu, di bawahnya lagi terdapat ukiran gambar bulus berkaki tiga. Prasasti yang mulanya berada di dalam masjid itu kini telah dipindahkan ke kediaman Gus Afif.

”Zaman itu orang menandai tahun dengan sebuah candrasengkala. Prasasti tersebut menandai pembangunan pondok ini. Kalau dalam Masehi berarti 4 Januari 1475,” ujarnya.

Pada Minggu pagi lalu itu, beberapa santriwati masih duduk-duduk di serambi setelah melakukan tahlil pagi. Serambinya cukup luas. Tiang-tiang jati tua dengan upak batu di bagian tengah serambi menjadi penyangga.

Di bawah kepemimpinan Gus Afif, Ponpes Al Kahfi Somalangu berusaha terus berkesinambungan dengan perkembangan zaman. Namun, masih ada sistem pengajaran khas pesantren salafiyah yang terus dipertahankan seperti sorogan dan bandongan.

”Di kesenian itu juga ada tradisi salawatan Jawa. Lagunya pakai irama macapatan, tapi memang lumayan sulit dipertahankan regenerasinya,” ucap dia.

Editor : Ilham Safutra

Reporter : */c9/ttg

Saksikan video menarik berikut ini:


Close Ads