Jaga Naskah Kuno, Simpan di Atap Rumah

3 Februari 2023, 07:48:49 WIB

Perjuangan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Jatim mendigitalisasi manuskrip kuno tidaklah mudah. Penolakan sering dialami tim lapangan. Termasuk mengalami hal magis saat di lokasi. Tim juga harus menuruti beberapa permintaan pemilik naskah. Salah satunya, menggelar ritual potong hewan.

WAHYU ZANUAR BUSTOMI, Surabaya

DENGAN menggunakan alat khusus, Melkion Donald membolak-balikkan lembaran naskah kuno. Secara otomatis, tulisan naskah tersebut terekam dalam bentuk soft copy. Proses itu dinamakan scan digital. Tujuannya, menyelamatkan isi dan fisik manuskrip.

Pemindaian biasanya dilakukan langsung di lokasi. Jika ada informasi, peralatan tersebut selalu dibawa tim ke lapangan. Tak semuanya membuahkan hasil. ’’Tidak mudah, butuh pendekatan khusus,’’ kata Kabid Deposit, Pengembangan, dan Pelestarian Bahan Perpustakaan Dispusip Jatim Melkion Donald.

Penelusuran manuskrip kuno itu dilakukan tim khusus yang beranggota 26 orang. Tim tersebut berada di bawah naungan Melki, sapaan akrabnya.

Berdasar informasi, jumlah manuskrip di Jatim mencapai 1.055 naskah. Lokasinya tersebar di semua wilayah. Mulai pondok pesantren, masyarakat adat, hingga komunitas.

Meski begitu, proses yang dilakukan ahli media manuskrip tersebut tidak gampang. Banyak kendala yang dialami tim di lapangan. Hal itu tidak terlepas dari sakralnya sebuah manuskrip. Beberapa kali penolakan dialami petugas. Maklum, beberapa pemilik beranggapan takut dicuri. Terlebih, isinya sangat penting.

Manuskrip itu ditulis dengan banyak media. Mulai kertas daluang, kertas eropa, lontar, hingga tulang gajah. Aksara yang digunakan mulai Jawa kuno hingga Arab pegon. Menurut Melki, tidak semua pemegang manuskrip bisa membaca naskah tersebut. Tapi, mereka memegangnya sebagai warisan leluhur.

Karena itu, petugas pernah melihat manuskrip disimpan di atap rumah. Tujuannya, tidak ada yang tahu. Isi manuskrip juga menarik. Tidak semuanya soal agama atau keyakinan. Resep obat-obatan untuk orang hamil juga pernah ditemui. Persisnya di wilayah Situbondo.

’’Masalah sosial politik dan pergerakan ada di manuskrip itu,’’ kata Melki.

Tim penelusuran manuskrip dituntut dinamis di lapangan. Mereka juga harus pandai berdiplomasi. Termasuk menuruti keinginan pemilik. Misalnya, ada yang meminta mahar hingga harus menggelar ritual sebelum naskah dibuka. Setiap lokasi ritualnya atau upacaranya berbeda-beda. Bahkan, sampai ada yang harus memotong sapi untuk upacara.

Menurut Melki, dalam pendekatan khusus yang dilakukan tim, juga ada yang butuh waktu lama. Misalnya, di salah satu kawasan Tengger. Sudah lima tahun pendekatan dilakukan. Namun, sampai sekarang pemegangnya belum berkenan manuskrip dialihmediakan.

Editor : Dhimas Ginanjar

Reporter : */c7/git

Saksikan video menarik berikut ini:


Close Ads