Hidupkan Koleksi Tanaman ”Monster” di Kebun Raya Bogor
Untuk menambah koleksi, Tri Handayani dua tahun keliling hutan-hutan Kalimantan berburu tanaman kantong semar. Meski ada beragam tanaman karnivor di Wahana Edukasi Nepenthes Kebun Raya Bogor, yang ”dimangsa” hanya hewan-hewan kecil.
M. HILMI SETIAWAN, Kota Bogor
—
HATI-HATI dengan wahana baru di Kebun Raya Bogor ini. Penuh ”monster”. Jika tidak hati-hati, siap-siap dilahap tanaman di sudut sini. Bisa juga terpeleset, kecebur, hingga membusuk di dalam kantong daun tanaman di sudut lain lagi.
Hehehe tenaaang…tidak sehoror itu kok. Meski memang Wahana Edukasi Nepenthes Kebun Raya Bogor tersebut berisi beragam tanaman karnivor alias pemakan daging.
Nepenthes umum dikenal sebagai kantong semar. Tapi, para pengunjung wahana yang dikenalkan ke publik oleh Kepala BRIN Laksana Tri Handoko pada awal Desember tahun lalu itu aman dari berbagai kemungkinan risiko fatal karena ukuran dari tanaman-tanamannya tidak ekstrem.
Peneliti di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan Kebun Raya dan Kehutanan Organisasi Riset (OR) Hayati dan Lingkungan BRIN Tri Handayani mengatakan, Nepenthes dan kawan-kawannya hanya ”memangsa” hewan-hewan kecil. ”Paling sering semut yang ditemukan terjebak di kantong daun Nepenthes,” kata Tri saat ditemui Jawa Pos di wahana tersebut bulan lalu (11/1).
Tri yang aktif terlibat dalam pelestarian beragam kantong semar di wahana itu memberi contoh Venus flytrap (Dionaea muscipula). Tanaman yang didatangkan dari Australia itu ukurannya tidak sebesar seperti di film Little Shop of Horrors lansiran 1986. Begitu pun ukuran kantong semarnya.
Tanaman-tanaman karnivor itu ditata dengan rapi di wahana seluas 20 x 10 meter tersebut. Dengan ornamen-ornamen khusus supaya menyerupai habitat aslinya. Ada yang ditempelkan di lumut. Ditanam di pasir. Ada juga yang berada di tengah-tengah kolam.
Hewan dengan ukuran lebih besar ketimbang semut, lanjut Tri, seperti laba-laba atau lebah bisa juga terpeleset masuk kantong semar. Lalu jadi santapan tanaman khas Indonesia itu.
Di Kebun Raya Bogor, Nepenthes sejatinya sudah jadi koleksi Kebun Raya Bogor cukup lama. ”Ada buletin keluaran 1928 yang mencatat atau mengidentifikasi koleksi Nepenthes ampullaria di Kebun Raya Bogor,” katanya.
Tri sendiri bergabung dengan Kebun Raya Bogor sejak 1993. Kebun tersebut sebelumnya di bawah naungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Waktu itu belum seperti sekarang koleksi Nepenthes-nya.
Itu terjadi karena tidak ada peneliti yang menanganinya. Upaya untuk memiliki koleksi kantong semar kemudian mulai digarap. Diawali dengan mencari formula media tanam yang tepat. ”Saat itu ada satu jenis Nepenthes rafflesiana. Tapi, kondisinya hidup enggan, mati tak mau,” ujarnya mengenang.
Berdasar publikasi dari LIPI, yang sekarang gabung ke BRIN, di seluruh dunia ada 87 jenis kantong semar. Semuanya dikategorikan langka menurut International Union for The Conservation of Nature and Natural Resource (IUCN) dan World Conservation Monitoring Center (WCMC).
Dari satu jenis tanaman Nepenthes tadi, Tri bersama sejumlah rekannya mencari alternatif media tanam yang pas untuk menanam kantong semar. Akhirnya ditemukan media yang berupa perpaduan akar tanaman paku sarang burung (Asplenium nidus) yang dirajang kecil-kecil.
Pada sekitar 2004–2005, proposal perburuan Nepenthes-nya tembus dan mendapatkan kucuran dana. Ongkos untuk melakukan eksplorasi kantong semar memang tidak murah. Karena harus keliling satu hutan ke hutan lainnya. Khusus di Kalimantan, biaya makin besar karena harus sewa perahu untuk menyusuri sungai yang membelah belantara.
Selama dua tahun Tri melakukan pengumpulan berbagai jenis Nepenthes dari hutan. Lokasi pencarian Nepenthes yang dia susuri di antaranya adalah di Sungai Wain, Muara Badak, dan Cagar Alam Kersik Luwai yang semuanya berada di Kalimantan Timur. Serta di Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan Tengah.
Selama eksplorasi di alam bebas itu, Tri merasa menemukan harta karun saat berburu kantong semar di Taman Nasional Tanjung Puting. Di taman nasional yang memiliki luas hampir setengah juta hektare itu, dia berhasil menemukan jenis Nepenthes yang spesial. Nama Nepenthes yang spesial itu adalah Nepenthes x hookeriana. Nepenthes jenis ini hasil persilangan alami dari Nepenthes ampullaria dengan Nepenthes rafflesiana.
Setelah misi keliling hutan itu selesai, Tri menyebutkan, jumlah koleksi Nepenthes di Kebun Raya Bogor bertambah banyak. Lima jenis Nepenthes lain yang dia temukan saat eksplorasi itu adalah Nepenthes ampullaria, Nepenthes rafflesiana, Nepenthes mirabilis, Nepenthes gracilis, dan Nepenthes reinwardtiana.
Tri juga meluruskan mitos atau kepercayaan soal kantong semar yang kerap muncul bahwa tutup kantong semar itu bisa bergerak, lalu menutup saat ada mangsa yang masuk ke kantong. Dia menegaskan, tutup kantong semar tidak bergerak.
Namun, di bagian bawah dari tutup kantong semar itu kaya dengan nektar. Sehingga bisa mengundang semut atau serangga lain. Nah, saat mencari nektar tersebut, tidak sedikit semut yang tergelincir, lalu jatuh ke kantong yang berisi air.
Hewan yang jatuh itu juga tidak langsung mati. Di dalam kantong tidak ada alat pencernaan seperti mulut atau sejenisnya. Serangga yang terjebak di air itu mati perlahan. Kemudian, dari enzim khusus yang dihasilkan, zat protein hewan tersebut diserap oleh tanaman kantong semar.
Menurut Tri, kantong semar atau Nepenthes sejatinya memiliki akar. Tapi, pertumbuhan akarnya tidak seperti tanaman pada umumnya. Akar dari kantong semar tidak bisa menghunjam ke dalam ke tanah. Sehingga tidak bisa menyerap maksimal unsur-unsur di tanah tersebut.
Saat mengenalkan kepada publik, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko juga menyebutkan, secara umum kantong semar tidak boleh diperjualbelikan. ”Kami pilih Nepenthes karena ini salah satu kekayaan hayati Indonesia yang khas,” tuturnya.
Tri juga berharap wahana Nepenthes di Kebun Raya Bogor bisa menjadi tempat masyarakat melihat langsung keberadaan tanaman karnivor. Dan, tak perlu takut dimangsa monster di sana.