Di luar kesibukannya sebagai wakil rakyat di DPRD Surabaya, Hari Santoso mengelola lembaga pendidikan sosial. Yaitu, sekolah luar biasa (SLB) khusus anak-anak penyandang disabilitas.
UMAR WIRAHADI, Surabaya
WORO Widayanti sedang duduk di selasar sekolah ketika tiba-tiba sejumlah anak datang berhamburan. Mereka langsung memeluk perempuan paro baya itu. Ya, memeluk seperti kepada ibu kandung sendiri.
Keintiman sangat terasa. Anak-anak yang rata-rata berusia 10–12 tahun itu juga tidak segan mencubit-cubit pipi Woro. ’’Beginilah anak-anak setiap hari. Selalu ngalem sama guru,’’ tutur Woro kepada Jawa Pos kemarin (27/3).
Itu adalah keceriaan anak-anak di Sekolah Luar Biasa (SLB) Tunas Kasih, Kelurahan Jeruk, Lakarsantri. Sekolah tersebut menampung 40 siswa berkebutuhan khusus. Mulai tunarungu, tunagrahita, autis, hingga down syndrome.
Ada 10 guru yang menangani anak-anak istimewa itu. Masing-masing anak mendapat penanganan yang berbeda. Terapi diberikan sesuai kebutuhan.
Perlakuan berbeda diberikan kepada anak autis. Salah satu terapinya dengan menyuruh mereka duduk bersila beberapa saat. Sambil diam, anak-anak mendengarkan perkataan guru. ’’Terapi ini bisa meredam tingkah anak yang superaktif,’’ tutur perempuan 51 tahun itu.
SLB Tunas Kasih dirintis anggota DPRD Kota Surabaya Hari Santoso. Hari merintis SLB Tunas Kasih sejak 2010. Awalnya lembaga itu dikelola oleh pihak lain. Mereka menyewa rumah kontrakan milik keluarga Hari sebagai ruang kelas.
Tapi, setelah dua tahun berjalan atau 2012, pengelola yayasan lepas tangan. Alasannya, mengelola lembaga pendidikan khusus penyandang disabilitas tidak menguntungkan secara ekonomi. ’’Sekolah dilepas begitu saja. Yang jadi korban anak-anak,’’ tutur Hari.
Karena kasihan dengan kondisi itu, Hari berinisiatif mengambil alih pengelolaan lembaga. Dia meneruskan operasional dengan mengganti nama lembaga menjadi SLB Tunas Kasih.
Kini, para siswa pun terus bertambah. Tidak hanya dari sekitar Lakarsantri.
Hari pun merasakan bagaimana susahnya mengurus SLB. Padahal, perhatian dari pemerintah tidak besar. Sebab, saat ini kewenangan SLB berbagai jenjang berada di Pemprov Jatim. Apalagi ketika pengelolaan diserahkan ke Pemprov Jatim pada 2016.
Nah, untuk membiayai operasional dan gaji guru, Hari sering kali menggunakan uang pribadi. ’’Untuk menutup kekurangan, saya nombok,’’ ujar Hari, lalu tertawa.
Tapi, hal itu bukan persoalan bagi Hari. Yang paling penting, kata dia, bisa membantu pendidikan anak-anak yang tidak sempurna secara fisik.