Fokus Rony Agustinus di Korsel adalah menjaga An Se-young yang performanya tengah prima agar tak diganggu cedera kambuhan dan menaikkan peringkat pemain putra. Banyak tanya kanan-kiri sebelum memutuskan menerima tawaran melatih di Negeri Ginseng.
RIZKY AHMAD FAUZI, Jakarta
---
TIGA turnamen pembuka tahun, tiga kali final. Dua di antaranya berhasil dia menangi, termasuk Indonesia Masters 2023 dengan mengalahkan juara tunggal putri Olimpiade 2016 Carolina Marin.
Tapi, An Se-young, si ”bocah ajaib” dari Korea Selatan (Korsel), tak mau buru-buru bicara soal Olimpiade 2024 di Paris, Prancis. Padahal, dengan performanya sekarang, ditambah usia yang baru 21 tahun pada 5 Februari mendatang, peringkat kedua dunia itu jelas termasuk kandidat kuat merebut emas.
”Saya sering dikasih tahu pelatih untuk tidak melihat yang jauh. Step-by-step saja,” kata An setelah mengalahkan Marin di final pada Minggu (22/1) lalu di Istora Senayan, Jakarta.
Pelatih yang dia maksud adalah Rony Agustinus, personel tim Piala Thomas Indonesia yang menjuarai ”Piala Dunia”-nya badminton itu pada edisi 2002. Peraih perunggu tunggal putra kejuaraan dunia junior 1996 itu dipercaya menangani sektor tunggal putra dan putri Korsel sejak Juli 2022.
Untuk tunggal putri, Ronny dibantu Sung Ji-hyun. Sedangkan di tunggal putra, ada Jung Hoon-min yang membantu. Rony bekerja di bawah pelatih kepala tim badminton Korsel Kim Hak-kyun.
Kehadiran Sung dan Jung itulah yang membuat pelatih kelahiran 7 Oktober 1978 tersebut tidak mengalami kendala bahasa saat berinteraksi dengan anak buahnya. ”Komunikasi dengan bahasa Inggris. Ya, dicampur dengan Korea sangat sedikit. Kebetulan pelatih yang lain bisa bantu untuk translate ke pemain,” ujarnya kepada Jawa Pos yang menemuinya di sela perhelatan Indonesia Masters.
Sebelum akhirnya setuju melatih tim tunggal Korea, Rony banyak bertanya kanan-kiri. Termasuk dari para seniornya, di antaranya Agus Dwi Santoso yang juga pernah menangani tim Negeri Ginseng tersebut.
Melatih tim Korsel menambah panjang karier kepelatihannya. Finalis tunggal putra Kejuaraan Asia 2000 setelah dikalahkan Taufik Gidayat itu di antaranya pernah menjadi pelatih di Suryanaga Gudang Garam Club Surabaya (2007–2008) dan Ratih Badminton Club Tangerang (2008–2009). Juga di Pelantas PBSI Cipayung (2009–2012), Badminton Association of Malaysia (2013–2018), serta Vietnam Badminton Federation (2019–2020).
Buah polesan Rony di Korsel bisa dilihat pada kiprah prima An Se-young di awal tahun ini. Di awal tahun ini, hanya sekali dia kalah di final, yakni di Malaysia Open oleh Akane Yamaguchi. Di dua turnamen berikutnya, gelar dia kantongi dengan membalas kekalahan dari Akane (India Open) dan menundukkan Marin (Indonesia Masters).
Rony menilai performa anak didiknya tersebut sejauh ini sudah bagus. Hanya, dia menilai ini baru awal. ”Belum ketemu pemain level lainnya juga ya. Setiap turnamen agak beda-beda tekanannya. Jadi, ini awal tahun yang bagus lah bagi An Se-young supaya lebih konfiden menghadapi turnamen besar lagi,” bebernya.
Rony memang harus sepintar mungkin menjaga An. Sebab, pemain yang kerap mengenakan bandana saat tampil itu kerap mengalami cedera kambuhan di bagian pergelangan kaki. Itulah yang membuat dia absen di beberapa turnamen besar tahun lalu.
Salah satu cara yang dilakukan Rony adalah menata pola latihannya. ”Kemudian, untuk program turnamennya apa saja yang diikuti. Lalu, balik program recovery dan fisionya kami perhatikan agar performanya di turnamen bisa lebih baik atau maksimal,” ujarnya.
Apalagi, Rony menilai tahun ini sangat banyak agenda yang bakal diikuti. Mulai rangkaian race to Olympic hingga ajang multicabor seperti Asian Games.
Namun, personel tim beregu Indonesia di Asian Games 2002 itu tak mau membebani An dengan target tinggi tersebut. ”Karena kan satu, dia juga masih muda. Butuh proses, tidak semudah itu untuk mendapat emas Olimpiade yang merupakan turnamen besar,” ujarnya.
An juga mengakui harus berhati-hati dengan cederanya. Tapi, dia merasa diuntungkan karena masih muda. Jadi, bisa lebih cepat untuk pemulihan.
”Setelah ini mau istirahat full. Makan, tidur, dan nonton,” ungkap An tentang yang akan dilakukan setelah menjuarai Indonesia Masters.
Selain menjaga An Se-young, Rony bertanggung jawab menaikkan performa tunggal putra. Ya, setelah Son Wan-ho, belum ada lagi pemain tunggal Korea yang berada di level elite. Saat ini pemain yang memiliki ranking tertinggi adalah Heo Kwang-hee (37) dan Jeon Hyeok-jin (65).
”Untuk tunggal putranya kan mungkin secara ranking agak jauh. Jadi, belum bisa ikut yang super 1000, 750, atau 500. Harus cari level 300 atau di bawahnya,” tuturnya.
Karena itu, untuk tunggal putra Korsel, target terdekat adalah menaikkan peringkat. ”Cuma, ya tidak semudah itu karena turnamennya padat sekali dan tidak mungkin mengikuti semuanya. Mungkin level 300 dan 100 dulu, step-by-step,” ujarnya.
Untuk bisa menembus Olimpiade, tunggal putra Korsel jelas harus bekerja ekstrakeras mulai level bawah. Tapi, Rony punya pengalaman tentang menciptakan kejutan yang bisa diceritakan untuk memotivasi anak buahnya.
Pada 2001, berstatus non unggulan, dia melaju sampai ke final Malaysia Open. Sepanjang jalan menuju babak akhir, dia menundukkan juara All England Pullela Gopichand, rekan senegaranya yang lebih diunggulkan, Hendrawan, juara dunia Park Tae-tsang, dan andalan Tiongkok Chen Hong. Meski di final dia harus menyerah di tangan pemain tuan rumah Ong Ewe-hock.
Itu untuk tunggal putra. Kalau untuk An Se-young di tunggal putri, pertanyaannya ya tinggal: bisakah dia menghindari cedera agar bisa merebut emas di Paris?