Kampung Renteng ”lenyap” tertimbun pasir dan abu vulkanis. Yang membuat warga heran, kenapa lahar Semeru yang biasanya numpang lewat saja sekarang berbelok ke dusun mereka.
THORIQUL KARIM, Lumajang-FARIK FAJARWATI, Kab Malang
---
BAGI masyarakat Dusun Kampung Renteng, aliran lahar Semeru merupakan pemandangan biasa. Bahkan menjadi semacam hiburan rutin dan nantinya sumber rezeki para penambang pasir.
”Biasanya banyak yang mengabadikan melalui handphone sambil teriak, ’lahar lewat, lahar lewat’,” ujar Luqman Syafi’i, salah seorang warga dusun yang masuk Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, itu.
Termasuk pada Sabtu (4/12) sore itu. Seperti biasa lahar mengalir melalui Sungai Rejali.
Dan, seperti biasa pula, sejumlah warga pun menontonnya.
Tapi, sore itu, tontonan rutin tersebut berubah jadi musibah besar. Aliran laharnya sungguh besar sehingga memenuhi area sungai dan meluap ke perkampungan warga.
Sontak, mereka yang semula menontonnya panik dan lari berhamburan. Ada yang sempat menyelamatkan diri, tapi ada yang tidak.
”Saya kaget, banyak orang yang masih berada di dalam rumah,” ungkap Luqman.
Jadilah Kampung Renteng salah satu wilayah yang paling parah terdampak erupsi Semeru pada Sabtu sore lalu itu. Senasib dengan Dusun Curah Kobokan di kecamatan sebelah, Pronojiwo, yang juga terhantam material lahar.
Letak Curah Kobokan lebih tinggi secara geografis ketimbang Kampung Renteng. Lahar biasanya mengalir melalui Curah Kobokan, Kampung Renteng, lalu turun ke Pasirian sebelum lari ke laut.
Pasirian, kecamatan di selatan Lumajang, dikenal sebagai sentra penghasil pasir. Tragedi Salim Kancil yang menghebohkan dulu juga terjadi di sana.
Candipuro dan Probojiwo kini terputus menyusul ambruknya Jembatan Gladak Perak yang sekaligus jadi penghubung Kabupaten Lumajang dengan Kabupaten Malang. Jembatan tersebut juga roboh karena dihajar lahar Semeru.
Akibat terputusnya jembatan itu, dua pemerintah daerah (pemda) harus berbagi tugas dalam penanganan bencana erupsi Gunung Semeru. Sesuai perintah dari Korem 083/Baladhika Jaya, penanganan bencana di Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, masuk dalam kewenangan Kodim 0818/Kabupaten Malang-Kota Batu.
Kemarin (5/12) Dandim 0818 Kabupaten Malang-Kota Batu Letkol Inf Yusub Dody Sandra meninjau posko lapangan dan pengungsi di sejumlah titik perbatasan Kabupaten Malang dan Lumajang. ”Semua pengungsi sudah kami turunkan dari atas. Mereka juga sudah kami imbau karena masih ada yang berupaya kembali ke rumah masing-masing untuk ambil barang,” ujar Yusub kepada Jawa Pos Radar Malang.
Pantauan terakhir, Yusub menerima laporan bahwa masih terjadi beberapa getaran dan angin kencang di kawasan terdekat. Perwira dengan dua melati di pundaknya itu menambahkan, pihaknya juga telah melokalisasi para pengungsi di beberapa tempat.
Adapun Jawa Pos berkesempatan ke Kampung Renteng kemarin pagi. Sepanjang mata memandang, permukiman padat itu berubah menjadi hamparan pasir dan abu vulkanis.
Hanya ada beberapa atap rumah yang tampak di permukaan serta kabel listrik yang jarak dari permukaan pasir tidak lebih dari 1 meter. Padahal, aslinya ketinggian kabel listrik itu dari atap rumah rata-rata hampir 2 meter.
Ada pula dua truk yang tertimbun pasir. Hanya sepertiga bagian atas yang terlihat. Informasi warga, pengemudi truk berhasil menyelamatkan diri. Karena itu, salah satu truk ditinggal dalam kondisi pintu terbuka.
Sebagian pasir yang memenuhi permukiman Kampung Renteng tersebut masih panas. Itu terlihat dari beberapa ruas yang mengeluarkan asap.
Selain itu, ada beberapa titik yang lunak. Karena itu, tim evakuasi kemarin harus berhati-hati. Salah melangkah, kaki bisa terperosok.
Nurrohman, warga lain, mengaku heran lahar bisa meluap di dusun tempat tinggalnya tersebut. Sebaliknya, sungai di Pasirian yang biasanya dilewati lahar itu justru bersih. Hanya aliran air, tidak ada pasir.
”Ini jelas sekali kalau laharnya belok ke Dusun Kampung Renteng. Itu yang membuat kami bertanya-tanya,” ucapnya.
Sebagian warga setempat menduga, tanggul sungai yang dilewati aliran lahar itu terkikis. Dampaknya, tanggul tak mampu menahan lahar sehingga meluber.
Selain itu, volume aliran lahar memang besar. ”Kami tidak mengira akibatnya seperti ini,” kata Nurrohman.
Warga sebenarnya sudah mengetahui aktivitas Semeru mengalami peningkatan sejak beberapa hari terakhir. Umumnya, aktivitas getaran dan aliran lahar kecil berlangsung beberapa hari.
Tapi, kali ini aliran lahar mendadak besar. Wajar jika banyak warga yang panik dan sebagian tidak terselamatkan. ”Ini urusan alam, susah ditebak,” imbuh dia.
Hingga kemarin, proses evakuasi warga di permukiman yang tertimbun pasir masih berlangsung. Tim penyelamat beberapa kali menemukan jenazah.
Banyak juga warga yang dilaporkan belum pulang dan belum bisa dikontak. Mereka merupakan warga setempat dan penambang pasir. Maklum, aktivitas penambang pasir di sekitar Dusun Kampung Renteng, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, berlangsung 24 jam. Karena itu, diperkirakan banyak yang terjebak saat lahar datang dan tumpah ke permukiman warga.