Qatar Airways Yakin Aviasi Bangkit Lebih Cepat jika Hal ini Terpenuhi

23 April 2022, 20:20:42 WIB

Industri aviasi global seakan hilang dari radar selama pandemi. Namun, transisi endemi membuat layanan penerbangan kembali bangkit. Jawa Pos berkesempatan berbincang dengan Wakil Presiden Penjualan Qatar Airways Southeast Asia, Southwest Pacific, dan Indian Subcontinent (SEA, SWP, ISC) Jared Lee untuk membahas optimisme maskapai di masa depan.

BAGAIMANA kondisi Qatar Airways saat ini, terutama di Indonesia?

Kami sebenarnya tidak pernah pergi dari Indonesia. Bahkan selama pandemi. Selama periode Maret 2020 hingga akhir 2021, kami sudah mengangkut 275 ribu penumpang dari dan Indonesia. Secara global, jumlah penumpang kami dalam periode tersebut mencapai 3,2 juta.

Apa kunci Qatar Airways bertahan selama pandemi?

Kami manfaatkan jaringan rute kami dengan melayani repatriasi warga asing ke negara asalnya. Selama pandemi, kami bekerja sama dengan kedutaan besar dan pemerintah guna melayani charter pesawat untuk keperluan pemerintah maupun korporasi. Total, kami sudah membantu 500 repatriasi di seluruh dunia.

Apakah keadaan itu masih berlanjut sampai sekarang?

Tentu tidak. Saat ini operasi kami mulai bangkit. Kami sudah menerbangi 140 destinasi di seluruh dunia. Angka itu sudah mendekati jumlah destinasi kami sebelum pandemi, yakni 160 titik. Sementara ini, ada beberapa negara yang belum kami buka layanan kembali. Misalnya, Kamboja dan Myanmar. Sebab, ada beberapa faktor.

Bagaimana dengan penerbangan di Indonesia?

Kami sudah punya dua jadwal penerbangan di Jakarta per hari. Ada juga jadwal penerbangan di Bali empat hari seminggu. Dalam waktu dekat, kami menambah rute Jakarta menjadi tiga kali sehari dan Bali satu kali per hari.

Apa yang menjadi faktor penentu berani ekspansi?

Sejak awal kami mengandalkan model penerbangan hub untuk semua penerbangan kami. Rata-rata pesawat kami singgahkan ke Doha. Jadi, kami lebih fleksibel. Kalau penerbangan langsung, saat rasio okupansi hanya 50 persen, jelas rugi. Tapi, kami tinggal mengumpulkan penumpang di Doha, lalu menerbangkannya ke tujuan masing-masing.

Lalu, apa hambatan terbesar untuk industri aviasi?

Menurut saya, hambatan terbesar memang karena situasi industri yang kompleks. Mau ekspansi, tidak mungkin pesawat yang kami pesan langsung datang besok.

Untuk merekrut pilot dan awak kabin pun harus melalui tahapan dan pelatihan yang komprehensif. Menurut IATA, seharusnya industri aviasi baru bisa kembali normal 2026. Namun, saya rasa kami bisa bangkit lebih cepat jika banyak negara dapat membuka kembali pintunya. Seperti Indonesia.

Editor : Estu Suryowati

Reporter : (bil/c18/dio)

Saksikan video menarik berikut ini:


Close Ads