JawaPos.com – Pemerintah menegaskan bahwa barang hasil pertanian tertentu (BHPT) dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen dari tarif atau 1,1 persen. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor.
“Pengenaan PPN atas barang hasil pertanian tertentu ini juga bukan pajak baru, sudah dikenakan PPN sejak tahun 2013 dengan tarif 10 persen,” tegasnya dikutip, Rabu (13/4).
Pemungutan objek pajak ini terus disederhanakan, di mana per 1 April 2022 telah diberlakukan PMK-64/PMK.03/2022 tentang PPN atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu. PPN BHPT dipungut dengan besaran tertentu sebesar 1,1 persen final dari harga jual dengan tujuan memberikan rasa keadilan dan penyederhanaan administrasi perpajakan.
“Selain latar belakangnya adalah karena telah terbitnya UU HPP (Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan), beleid ini berkomitmen tetap memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum, serta menyederhanakan administrasi perpajakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban bagi pengusaha yang menyerahkan barang hasil pertanian tertentu,” terangnya.
Adapun, barang-barang yang dikenakan PPN di antaranya adalah cangkang dan tempurung kelapa sawit, biji kakao kering, biji kopi sangrai, kacang mete, sekam dan dedak padi, serta klobot jagung yang semuanya telah melewati proses seperti dipotong, direbus, diperam, difermentasi ataupun proses lanjutan lainnya.
“Saat pembuatan faktur pajak pengusaha kena pajak (PKP) wajib menerbitkan faktur pajak saat penyerahan BHPT,” tandas dia.