Jumat, 9 Juni 2023

Menkeu Bebaskan PNBP Uji Validitas Tes Antigen

- Senin, 16 Agustus 2021 | 16:39 WIB
Warga melakukan tes antigen Covid-19 di layanan PCR dan Antigen Swab Test Altomed, Kelapa Gading, Jakarta, Senin (9/8/2021). Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan jumlah spesimen harian terkait Covid-19 pada hari ini, Senin (9/8/2021) mencapai 145.202. Jumlah spesimen yang diperiksa hari ini lebih rendah jika dibandingkan hari sebelumnya yaitu 166.764 spesimen.FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS
Warga melakukan tes antigen Covid-19 di layanan PCR dan Antigen Swab Test Altomed, Kelapa Gading, Jakarta, Senin (9/8/2021). Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan jumlah spesimen harian terkait Covid-19 pada hari ini, Senin (9/8/2021) mencapai 145.202. Jumlah spesimen yang diperiksa hari ini lebih rendah jika dibandingkan hari sebelumnya yaitu 166.764 spesimen.FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS

JawaPos.com - Bersamaan dengan penurunan tarif PCR, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membebaskan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atas uji validitas rapid diagnostic test antigen. Uji validitas tersebut dilaksanakan oleh laboratorium di lingkup Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.02/2021. ’’Tarif PNBP uji validitas rapid diagnostic test antigen dapat ditetapkan sampai nol rupiah atau 0 persen,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Rahayu Puspasari di Jakarta akhir pekan lalu.

Dengan adanya beleid itu, uji validitas antigen yang dilaksanakan oleh laboratorium lingkup Kemenkes dikenai tarif Rp 694 ribu per tes. ’’Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran, tata cara, dan persyaratan diatur dalam peraturan menteri kesehatan,” imbuh Rahayu.

Seperti diketahui, untuk menjamin validitas hasil uji yang beredar di masyarakat, diperlukan adanya rapid diagnostic test antigen. Layanan itu bertujuan menguji bahan dasar/reagen yang dimiliki oleh perusahaan sebelum produk rapid diagnostic test antigen tersebut diedarkan.

Selama ini, biaya pengujiannya ditanggung oleh perusahaan yang meminta layanan dalam bentuk penyediaan bahan dan alat. Layanan itu berbeda dengan tes antigen kepada masyarakat yang tarif tertingginya diatur melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/1/4611/2020.

Rapid test antigen adalah salah satu metode dalam pemeriksaan Covid-19. Sedangkan uji validitas rapid test merupakan serangkaian uji oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Menkes untuk mengetahui validitas alat tes sesuai dengan standar yang ditetapkan. Menkes telah menunjuk beberapa laboratorium penguji yang di antaranya merupakan laboratorium di lingkup Kemenkes.

Efikasi Vaksin

Efikasi vaksin Covid-19 yang digunakan di Indonesia cukup rendah. Sehingga membuat target herd immunity atau kekebalan komunal sulit tercapai. Itu salah satu hasil kajian dari Institute for Demographic and Poverty Studies (disingkat IDEAS).

Direktur IDEAS Yusuf Wibisono mengatakan, bergantung hanya pada vaksinasi untuk keluar dari pandemi Covid-19 adalah pilihan berisiko tinggi. Menurut dia, ambang batas herd immunity di Indonesia tidak akan pernah bisa dicapai. ”Meskipun kebijakan vaksinasi massal telah diadopsi secara optimal,” katanya kemarin.

Yusuf menjelaskan, pada awalnya pemerintah menentukan herd immunity diraih dengan vaksinasi massal kepada 181,5 juta orang. Perhitungan tersebut menggunakan vaksin dengan efikasi 60 persen. Tetapi, kemudian vaksin Covid-19 direkomendasikan untuk remaja usia 12 tahun ke atas. Akibatnya, sasaran yang harus divaksin untuk mencapai herd immunity meningkat jadi 200 juta orang atau sekitar 74 persen dari populasi penduduk Indonesia.

Yusuf lantas mengaitkan target herd immunity dengan daya penularan virus Covid-19. Dia mengatakan, daya penularan virus (R0) varian pertama seperti di Wuhan terdapat 2,5 poin dan membutuhkan efikasi vaksin setidaknya 80 persen. Tetapi, dalam perkembangannya, muncul varian Alpha dengan tingkat R0 mencapai 4,5 poin dan varian Delta dengan R0 6,5 poin. ”Dari data tersebut, kita membutuhkan vaksin dengan efikasi sangat tinggi sekaligus cakupan vaksinasi yang sangat luas,” tuturnya.

Untuk menghadapi varian Alpha dengan tingkat R0 4,5 poin, dibutuhkan efikasi vaksin 85 persen dan cakupan vaksinasi 92 persen dari populasi. Sedangkan untuk menghadang varian Delta dengan tingkat R0 6,5 poin, dibutuhkan efikasi vaksin 90 persen dan cakupan vaksinasi 94 persen dari populasi. ”Target (herd immunity, Red) yang nyaris mustahil diraih di tengah berbagai keterbatasan yang ada,” jelasnya. Mulai kendala pasokan hingga distribusi vaksin. Kemudian, ketersediaan vaksin impor dengan kecepatan vaksinasi yang masih rendah membuat skenario mengejar herd immunity cukup sulit tercapai.

Kalaupun distribusi dan kegiatan vaksinasi sudah merata, herd immunity tetap sulit dicapai karena adanya mutasi virus. Menurut Yusuf, mutasi virus akan menghasilkan virus baru yang mudah menular serta resistan terhadap vaksin yang ada. Belum lagi kekebalan atau imunitas akibat vaksinasi maupun pernah terinfeksi Covid-19 tidak bertahan selamanya. ”Antibodi yang dihasilkan dari vaksin Sinovac, misalnya, menurun di bawah ambang batas setelah enam bulan,” ungkapnya. Kondisi itu yang kemudian menyebabkan munculnya fenomena reinfeksi, yaitu penyintas Covid-19 yang kembali terinfeksi Covid-19.

Untuk itu, terang Yusuf, upaya nonfarmasi atau di luar upaya vaksinasi guna menekan kasus Covid-19 harus tetap dijalankan. ”Intervensi nonfarmasi skala besar seperti lockdown yang dilakukan secara sistematis bersamaan dengan kebijakan testing, tracing, dan treatment,” ucapnya. Upaya tersebut harus dilakukan secara agresif. Karena sudah terbukti paling efektif menghentikan serta memutus transmisi penularan Covid-19.

Editor: Ilham Safutra

Tags

Terkini

Sektor Industri Halal Tumbuh, Luncurkan Momasa

Kamis, 8 Juni 2023 | 20:58 WIB

Pegadaian Raih Penghargaan TOP CSR Awards 2023

Kamis, 8 Juni 2023 | 16:58 WIB
X