Senin, 29 Mei 2023

Pelarian Bocah Kota ke Africa van Java

- Minggu, 5 Februari 2023 | 07:48 WIB
COVER BUKU
COVER BUKU

Novel remaja ini bukan sekadar petualangan biasa. Melalui tokoh Lex dan Lumi, penulis meramu informasi saintifik, nama Latin flora-fauna, serta unsur anatomi-fisiologi menjadi cerita yang mudah dicerna.

---

MESKIPUN bayi dianggap membawa kebahagiaan, tidak semua orang suka bayi, terutama anak tunggal. Kehadiran adik bisa membawa perubahan yang signifikan bagi anak-anak.

Persoalan klasik tentang sibling rivalry mendorong Banyu, tokoh utama dalam Ekspedisi Peksi, kabur dari rumahnya. Tak tanggung-tanggung, dari Jakarta ia ingin menyusul pamannya ke Baluran, taman nasional yang dijuluki Africa van Java.

Realitasnya, tak banyak anak yang baru lulus SD akan pergi ratusan kilometer saat mengalami problematika keluarga. Apalagi, Banyu tidak hafal rute angkot dan baru kali pertama ke terminal bus antarkota. Kejadian apes selama perjalanan pun menimpanya. Tapi, karakter Banyu yang gigih dan solutif memberi warna menarik bagi buku ini.

Kendati novel ini fiksi, narasi yang disampaikan adalah fenomena faktual yang terjadi di sekitar kita, seperti yang diungkap tokoh bernama Gaharu, ”Manusia kalau udah serakah emang cuma bikin sengsara makhluk hidup lain. Cek aja berita gajah yang mati tanpa gading, trenggiling tanpa sisik, harimau nggak ada kulitnya….” Penulis seperti hendak bersuara bahwa masalah konservasi bukan polemik di bidang lingkungan hidup saja. Nyatanya, konservasi erat berkaitan dengan nurani, empati, dan urusan perut.

Berbekal latar belakang alumnus biologi, Ekspedisi Peksi digarap oleh Hening Swastika dengan cermat dan serius. Peksi dalam kesusastraan Melayu klasik berarti burung, hal yang penulis geluti saat mahasiswa.

Novel remaja ini bukan sekadar petualangan biasa. Melalui tokoh Lex dan Lumi, penulis meramu informasi saintifik, nama Latin flora-fauna, serta unsur anatomi-fisiologi menjadi cerita yang mudah dicerna. Namun, bagi makhluk perkotaan yang sering abai dengan spesies burung di kabel listrik atau pohon peneduh di pinggir jalan, membayangkan tumbuhan hutan semisal kepuh, gebang, atau rawe bisa menghadirkan dua sensasi: penasaran atau ”kewalahan”.

Lumi, gadis kecil ceplas-ceplos, laksana menjadi tombak penulis untuk menyuarakan kegelisahannya secara eksplisit. ”Kamu ini kebanyakan baca buku-buku dari luar negeri, ya, sampai nggak tahu nama burung di negara sendiri? Tadi kolibri, sekarang tukan, terus habis ini apa? Flamingo?”

Maklum. Buku-buku ensiklopedia anak yang bertebaran jarang sekali bermuatan lokal. Sebut saja penerbit buku impor legendaris, Usborne atau DK Publishing, yang membanjiri tak hanya toko buku, pameran buku, bahkan agen jasa titip buku. Adapun buku ensiklopedia bermutu, komprehensif, serta dihiasi ilustrasi yang aduhai biasanya hanya dimiliki oleh kalangan tertentu, seperti pemerhati dan sivitas akademika.

Berdasar ungkapan penulis, lahirnya Ekspedisi Peksi terinspirasi oleh celetukan fotografer alam liar Riza Marlon: ”Anak-anak kita tahu koala, tapi tidak tahu tarsius. Tahu flamingo, tapi tidak tahu maleo. Boleh saja, tapi kok jauh betul. Kemampuan saya mendokumentasikan di lapangan nggak secepat hilangnya mereka di alam.”

Novel yang layak dibaca orang dewasa pula, bahwa sudah saatnya berbenah sudut pandang. Ekologi dan konservasi bukan hanya milik dosen, mahasiswa, dan peneliti. Anak-anak pun bisa saja mencintai ”dunia orang dewasa” bagaikan Banyu, Lex, dan Lumi, asal diperkenalkan dengan menarik dan sederhana.

Pembaca remaja akan terpapar profesi yang mungkin jarang ditemui di keseharian. Sebuah langkah baik untuk mengenalkan karier di jalan sunyi, tapi esensial layaknya fotografer alam liar atau polisi hutan.

Novel yang mengikis stigma bahwa taman nasional merupakan hutan luas tak terjamah, menjelma menjadi opsi liburan yang menyajikan pengalaman istimewa. Tragedi pembalakan hutan atau perdagangan satwa ilegal memang pada akhirnya ditangani oleh orang dewasa, namun bukankah anak-anak akan beranjak dewasa, dan bersama mereka pula kita berpijak di bumi dengan masalah yang sama? Akhir kata, novel lugas, bernas, dan kaya pengetahuan ini pantas jadi bekal anak menyelami dunia konservasi alam. (*)

---

  • Judul: Ekspedisi Peksi

  • Penulis: Hening Swastika

  • Penerbit: Stiletto Indie Book

  • Cetakan: Pertama, 2022

  • Tebal: vi + 296 halaman

  • ISBN: 978-623-409-029-1


 

*) TANTRA ASHARI, Penggemar bacaan anak dan sejarah, penulis Festival, Aku Datang! (Let’s Read Asia, 2021)

 

Editor: Ilham Safutra

Tags

Terkini

Perseteruan Wacana Dangdut Koplo

Minggu, 28 Mei 2023 | 06:00 WIB

Motif Kenangan Murakami

Minggu, 21 Mei 2023 | 12:02 WIB

Undangan Kembali ke Nalar

Minggu, 14 Mei 2023 | 06:00 WIB

Dendam sebagai Penggerak Cerita

Minggu, 7 Mei 2023 | 09:00 WIB

Javanologi: Mengangkat dan Mengabaikan Jawa

Sabtu, 29 April 2023 | 14:05 WIB

Melawan Ruang Tunggu Kematian dengan Daya Hidup

Sabtu, 8 April 2023 | 15:00 WIB

Manusia, Robot, dan Robot Korslet

Sabtu, 25 Maret 2023 | 16:25 WIB

Ajakan Herta Muller Memasak Cerita

Sabtu, 18 Maret 2023 | 19:30 WIB

Merengkuh dan Direngkuh ”Djaman Kemadjoean”

Minggu, 5 Maret 2023 | 07:00 WIB

Prosa yang Berima ala Sony Karsono

Sabtu, 25 Februari 2023 | 18:19 WIB

Keganjilan sebagai Lokus Cerita

Minggu, 19 Februari 2023 | 08:02 WIB

Yang Fana Adalah Kasbulah, Matematika Abadi

Minggu, 12 Februari 2023 | 08:47 WIB

Pelarian Bocah Kota ke Africa van Java

Minggu, 5 Februari 2023 | 07:48 WIB

Nyanyi Sunyi sang Putra Ranggalawe

Minggu, 29 Januari 2023 | 07:04 WIB

Raffles dan Residu Kekerasan Budaya

Minggu, 22 Januari 2023 | 07:38 WIB

Keliling Dunia dalam 132 Halaman

Minggu, 15 Januari 2023 | 06:30 WIB

Satire Kehidupan Para Perempuan Ideal

Minggu, 8 Januari 2023 | 07:30 WIB
X