Membaca buku Yasraf Amir Piliang adalah tamasya yang akan membawa kita menjumpai berbagai kemungkinan.
SEORANG Yasraf Amir Piliang (YAP) adalah pemikir dan penjelajah penuh gairah. Ia membuktikan diri sebagai ”koki” (ilmu-seni-desain-filsafat) yang piawai. Buku-buku yang ditulisnya selalu mengisyaratkan paket lengkap terkait pemikiran yang dijelajahinya.
Membaca bukunya adalah tamasya –mungkin mirip wisata religi, mengunjungi masjid-masjid, petilasan, atau makam-makam keramat– yang akan menjumpai berbagai kemungkinan: artefak tangible, intangible, fakta, fiksi, masa lalu, masa depan, dan sejenisnya.
Demikian pun terkait dengan buku terbarunya ini: Transestetika: Seni dan Simulasi Realitas– buku kesekian yang ditulis YAP. Ia menulis ragam tema yang tidak sederhana: (1) Seni dan Sains, (2) Seni dan Tradisi, (3) Seni dan Masa Depan, yang masing-masing bagian memuat sejumlah subtema/topik, dari Seni dalam Dinamika Sosial-Budaya (halaman 73 dst) hingga Seni, Desain, dan Revolusi Industri 4.0 (halaman 311 dst).
Di tengah dunia yang tunggang-langgang (Anthony Giddens) semua terbirit-birit, disusul teknologi digital yang menciptakan dromologi (Paul Virilio), kecepatan menjadi segalanya. Seni bisa bermain, memainkan, atau dimainkan, dengan implikasi dan konsekuensi masing-masing. Jika semua hal adalah seni atau bukan seni, apa itu seni, apa guna seni, seni untuk apa, atau di mana seni? Atau jangan-jangan semua pertanyaan itu tidak relevan? Di sekitar kuasa positivistik, estetika merayap memasuki indra, dan seni menawarkan provokasi-provokasi.
Penciptaan dan pengkajian seni di institusi pendidikan tinggi seni masih selalu canggung terhadap persoalan teori. Runtuhnya otoritas (pengetahuan) merupakan tantangan serius terkait upaya membangun atmosfer akademik. YAP tak lelah-lelahnya melawan gejala keruntuhan itu. Ia mempercakapkan demokratisasi kultural dan demokratisasi selera yang menempatkan semua aspek dalam posisi setara, sebagai cita-cita ideal. Akan tetapi, pada praktiknya, dalam waktu bersamaan terjadi kontestasi kultural dan selera, terjadi dominasi, represi, hegemoni, baik oleh kelompok mayoritas, kelompok elite, maupun oleh negara.
YAP menulis semacam kesimpulan di bagian akhir Prolog: ”Melalui prinsip transreferensi, seni dapat mengembangkan wacana transestetik, yaitu pelintasan secara aktif prinsip estetik, dengan menembus dan mengambil prinsip-prinsip estetik sang liyan, sehingga menghasilkan bentuk-bentuk estetik yang berbeda dan lebih kaya” (halaman 69).
Apakah yang terjadi adalah perayaan atau sesungguhnya terjadi saling menegasi sang liyan? Seni idealnya berada dalam posisi lintas: iman, agama, politik, ideologi, suku, ras, dan etnik.
Sesungguhnya seni selalu menemukan cara, modus, dan bentuknya sendiri; melawan turbulensi sosial, politik, ekonomi, dan situasi yang anomali. Saya sependapat dengan YAP, ”Seni adalah sebuah cara dalam mengubah dunia melalui proses ’menjadi’: seni adalah sebuah proses penciptaan terus-menerus, yang setiap kebaruan yang dihasilkan berperan dalam mengubah kebudayaan” (halaman 303).
Transestetika yang melumerkan kategori, kriteria, batas-batas akan berujung pada transposisi (perpindahan posisi; perubahan fungsi, kelas). Konsekuensinya, semua pihak harus terus melibatkan diri pada pengalaman mengalami; mendefinisikannya menjadi aktual dan kontekstual. Jika penciptaan seni dan pemahamannya adalah laksana pesta, sesungguhnya pesta ini tak akan pernah usai. Bahkan akan berlangsung sepanjang zaman yang bergerak cepat dan tunggang-langgang, dengan segenap kebingungan, kekacauan, sekaligus kegembiraannya.
Ini buku 1. Artinya, kita berharap buku 2, 3, dan seterusnya semakin lengkap menggambarkan persilangan hari ini dan masa depan. (*)
- Judul Buku:
- Transestetika 1:Seni dan Simulasi Realitas
- Penulis:
- Yasraf Amir Piliang
- Penerbit:
- Cantrik Pustaka, Jogjakarta
- Cetakan:
- Pertama, Mei 2022
- Tebal:
- 344 halaman (termasuk indeks)
- ISBN:
- 978-623-6063-33-0 (Jilid Lengkap)
- 978-623-6063-34-7 (Jilid 1)
*) SUWARNO WISETROTOMO, Mengajar di Fakultas Seni Rupa Pascasarjana ISI Jogjakarta dan Program Studi Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Sekolah Pascasarjana UGM