JawaPos.com - "Sudah jatuh ditimpa tangga pula". Nasib korban erupsi Gunung Semeru sepertinya pepatah tersebut. Pasalnya, rumahnya yang ditinggal saat mengungsi kerap dicuri atau dijarah orang tak bertanggung jawab.
Faiqotul Himma, 21, salah seorang pengungsi Semeru menuturkan, sejumlah warga yang mengungsi karena rumahnya rawan terkena erupsi Semeru kehilangan harta benda. Kehilangan bukan ditimpa debu erupsi, melainkan dicuri. Selain barang, hewan ternak pun disikat pencuri.
Menurut Faiqotul Himma, aksi pencurian itu akibat lemahnya penjagaan aparat atas rumah-rumah yang ditinggalkan mengungsi. Atas kejadian itu kini warga menggalang penjagaan mandiri.
"Kaum lelaki bertahan di titik-titik masuk menuju permukiman mereka," tandas mahasiswi yang juga warga Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur itu, Senin (27/12). Desa Sumberwuluh masuk dalam zona merah aliran lahar Semeru.
Selain pencurian, imbuh perempuan yang biasa disapa Fafa itu, warga selain pengungsi kerap mengambil barang bantuan. Kemudian barang itu dijual lagi ke luar daerah bencana.
"Niat petugas di posko bagus dengan meminta identitas pengambil bantuan sebagai verifikasi, namun kenyataannya justru memudahkan mereka yang berniat jahat mengambil bantuan di posko. Sedangkan korban yang mungkin saja harta benda dan kartu identitasnya hilang dalam bencana tak bisa mengambil bantuan itu," keluhnya.
Fenomena itu mendapat sorotan dari Wakil Rektor Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) Achmad Syahid. Dia mendorong digitalisasi administrasi penanganan bantuan kemanusiaan untuk para pengungsi.
"Dengan digitalisasi akan meminimalisasi oknum-oknum menyalahgunakan bantuan. Penerima pun mudah diverifikasi tanpa memberatkan pengungsi yang membutuhkan bantuan. Nggak perlu lagi tunjukin KTP atau kartu keluarga yang bisa jadi sudah musnah," katanya
Achmad Syahid mendorong petugas atau relawan posko dapat mengecek secara online apakah seorang warga benar sebagai pengungsi atau bukan. "Termasuk data bantuan yang keluar maupun masuk bisa terpantau oleh pihak-pihak berwenang secara online tanpa harus ke lokasi. Dapat pula memastikan beberapa banyak bantuan yang ada secara online," tandasnya.
Teknologi saat ini, lanjut Syahid sudah memungkinkan untuk sistem kontrol dan check and ricek seperti itu. "Termasuk pengawasan lokasi yang ditinggalkan pengungsi bisa terjaga dengan pengawasan digital. Ini saya rasa perlu dirumuskan agar mampu meminimalisir kejahatan yang terjadi di lokasi bencana," imbuhnya
Di sisi lain, lembaga kemanusiaan Indonesia Care menyatakan mulai merumuskan dan menyusun program digitalisasi penanganan bantuan logistik kemanusiaan bersama UICI.

-
"Kami telah pelajari dan identifikasi masalah apa yang sering muncul dalam setiap bencana yang terjadi. Hampir sama. Untuk logistik, penyimpangan dalam proses penyalurannya termasuk kemungkinan bantuan disalahgunakan oleh mereka yang tidak terdampak dan oknum itu menjualnya kepada pihak lain," ujar Direktur Eksekutif Indonesia CARE, Lukman Azis.
Apa yang dilakukan petugas dengan memperketat penerimanya, lanjut Lukman adalah dalam rangka upaya mencegah bantuan diterima oleh yang tidak berhak. "Namun agar tidak mempersulit korban, sebaiknya verifikasi dilakukan secara digital, pengungsi tidak perlu bawa dokumen diri lagi " harapnya.