Balada Pekerja Kasar yang Lapar di Malam-Malam Purnama Bundar
Amatlah sakit terasa, tangan kiri ini cedera terluka
karena terjatuh tatkala hendak ambil penting alat-benda.
Andai sahaja uang dipunya, tentu esok tiada kerja
karena butuh sepasang tangan, bukan hanya satu sahaja!
Tuan rumah pinta supaya, bersihkan halaman belakang;
kala kerjakan, dapati bebunga liar indah mekar berwarna.
Daunan rumput dicabut kembang dipungut dikumpulkan;
tiada kekasih, kepada dewi welas asih hadiahkan bunga.
Dalam benak ada banyak ingin,
tapi malang diri teramat miskin.
Apabila boleh dikabulkan satu,
maka dipinta tiada derita selalu.
Sepasang tangan gemetar, tiada kuasa menahan perut belum terisi begitu lapar;
dengan perlahan susah benar, berjalan ke rumah saudagar meminta gaji dibayar.
Setelah lama menanti di depan gerbang, hangat berpakaian saudagar pun keluar;
tangan terima sedikit uang, sungguh tiada sebanding kerja yang tiada sebentar.
Sepasang mata sudah mengantuk, yang dipandang pun samar hilang bentuk;
dan dingin pun, mengetuk masuk, meminta pintu-jendela dibuka untuk.
Siang kemarin ada yang memberi, hingga ini malam bisa hangat berselimut;
merinding terbayang nanti: apa mesti dijual demi roti yang tak lembut?
Di dalam gubuk, masih terasa dingin menusuk-nusuk,
tiada kayu bakar atau orang hangatkan memberi peluk.
Ingin tertidur diri tapi begitu susah terpejam ini mata;
tetapi bila mesti terjaga, ah, betapa sungguh tak kuasa!
(2020—2021)
—
Meminum Arak Murah
Ini arak memang tak enak di mulut ataupun di telak,
tapi kami tetap mengangkat sumpah dengan menenggak:
Kami, tukang angkut, tukang kuda, penarik gerobak,
mengangkat janji setia menjadi saudara, menjadi sanak!
(2021)
—
Balada Tukang Angkut di Malam Dingin di Pagi Berkabut
Di Malam Dingin
Barang dagangan Juragan Gi sudah diangkat-dipindah
tapi seikat upah belumlah digenggam tangan yang lelah.
Sendiri berjalan di malam gelap dingin erat mendekap,
di depan, ada kecil bulan mengilap seperti kue dilahap.
Bulan mungil belum begitu tinggi,
tapi tiada juga dapat digapai sebelah tangan.
Untuk apa pula menggapai bulan,
bila tiada dapat mengisi perut yang lapar ini.
Di Pagi Berkabut
Jalanan panjang tebal berkabut,
dingin semalam masih betah mengikut.
Pergi ke pasar hendak menjual selimut,
membeli ubi mengisi ini perut!
(2021)
—
Kala di Langit Malam Melintas Jatuh Bintang Sebuah
Tukang Angkut Tukang Cabut:
Di langit malam yang gelap, bintang-gemintang terlihat gemerlap;
sebuah bintang melintas sekejap, begitu cepat menolak ditangkap!
Apakah tiada mau untuk membuat pinta? tanya di dalam ini dada;
dan terucap pelan, menjawab tanya sendiri, berkata, belum sahaja.
Tukang Kuda:
Ah! sebuah bintang jatuh-melintas cepat sekejap;
pinta pun dibuat dengan satukan tangan begitu erat:
Semoga kedamaian datang hangat berikan dekap,
peperangan bisa jauh dari bumi manusia bertempat!
(2021)
—
POLANCO S. ACHRI
lahir dan tinggal di Jogjakarta. Lulusan jurusan sastra yang kini menjadi seorang pengajar di sebuah sekolah menengah kejuruan di Sleman.